Raja Sitempang Na Siat Marpangidoan

Pelantikan pengurus punguan Pomparan Raja Sitempang 2021-2025 di Jakarta, Minggu (10/10) | foto: IST


Suatu Catatan Pada Pelantikan Pengurus Punguan Pomparan Raja Sitempang

SITANGGANG.net

Puji Tuhan atas berkatNya kita dapat berkumpul di sini untuk peresmian dan pelantikan Punguan Pomparan Raja Sitempang.

Saya sudah tertarik tentang Raja Sitempang sejak mahasiswa di tahun 1960 an. Saya sering mengobrol dengan Amang Komisaris Besar Pol Hompulpane Sidauruk.

Kemudian dengan Amang Mayjen TNI A.E. Manihuruk pada saat saya dengan beliau mengurusi Yayasan Universitas HKBP Nommensen tahun 80 an.

Ke kediamannya di Jln Prambanan 12 Jakarta Pusat, harus saya singgahi setiap saya ke Jakarta. Beliaulah yang mengutarakan agar mendirikan tugu. (Sudah didirikan di Pusuk Buhit tahun 2009 dirikan reliefnya, dengan tinggi 2 meter).

Punguan Pomparan Raja Sitempang yang saya mulal tahun 1980 di Medan, pada tahun 2007 menjadi se Indonesia dinamai PAPORATA.

Namun tak ada yang mau menggantikan sehingga kepemimpinan saya sejak itu demisioner.

ASAL USUL ORANG BATAK

Banyak penulis yang menyatakan asal usul orang Batak, antara lain:- dari Mansoria ; - Melayu Muda ; - versi-versi yang berbeda.

Dan yang menarik tulisan Raja Patik Tampubolon dalam bukunya Pustaha Tumbaga Holing, yang menyatakan bahwa Orang Batak dijadikan Mulajadi Nabolon dari telor.........

Tak pernah saya baca ada hubungan Batak dengan Filipina. Walau bahasa Tagalok banyak bersamaan dengan bahasa Batak. Dan ada distrik bernama Batac. Bahkan ada persamaan bahasa dalam kata seperti: ayam= manuk; celana = seluar, bilangan sada, dua, tilu dst).

RAJA SITEMPANG

Ada legenda yang mengatakan sudah ada sebelum meletus gunung Toba 75.000 tahum yang lalu. Menurut versi itu gunung Toba meletus karena Raja Sitempang melanggar sumpah.

Sementara kalau kita menghitung umur menurut jumlah generasi sampai sekarang, 30 sundut kali 25/30 baru sekitar 750/900 tahun.

Menurut Prof. Sorimangaraja Sitanggang Ketua Kebatinan se-Dunia, Dinasti Siraja Batak ada 5 kelompok yaitu;

Dinasti MANGALAPULO MORSA, 19 generasi; Dinasti MANGALA PULO, 17 generasi; Dinasti BUHIT LINGGA, 9 generasi. Dinasti JUNJUNGAN BUHIT, 13 generasi Dinasti RAJA SORI MANGARAJA., 7 generasi; Ada 65 generasi dikali 30 = 1950 tahun. 

Legenda atau cerita tentang asal usul serta hal-hal yang menyangkut siapa dan bagaimana leluhur kita adalah HAHOMION (rahasia Ilahi), dapat saya gambarkan sebagai berikut:

Angka 100 dapat berasal dari : 90 +10 atau 80+20 atau 50+50 dan seterusnya. 

Masing-masing orang mendapat ceritaa NINNA -KATANYA......

Semuanya mengaku dia yang benar. Tetapi tak ada yang dapat membuktikan apakah dengan catatan, situs dan lain sebagainya. Dan sesungguhnya banyak disitu HAHOMION yang sering mengaburkan kenyataan.

Sama seperti semua orang mengatakan bahwa: matahari terbit, sun rise....semua orang setuju, walau yang benar matahari tak pernah bergerak..., tak pernah terbit.

Akhirnya kembali pada perkataan orang tua-tua Batak: “denggan nidok ni pintor” alai “dumengganan nidok ni dame” (baik kata tulus dan ikhlas tetapi lebih baik kata yang membawa damai).

Sumber ceritranya bisa dari seorang Raja yang kompeten Raja Jolo (orang yang tertua dan dituakan), atau seseorang napinaraja (orang yang dihormati), napinajolo (orang yang dikedepankan) bahkan dapat dari napajolo jolohon (yang menganggap dirinya lebih pintar). Atau mendapat cerita dari orang tuanya atau kerabat. Yang diceritakan juga NINNA (katanya) dan yang sudah terkontaminasi..

Sehingga alur ceritera pasti berbeda. Celakanya, semua orang menyatakan dia yang benar.

Ada hal yang perlu kita ketahui,

Dalam buku Poestaha yang ditulis W.M. Hutagalung terbitan tahun 1926 anak ni Nai Ambaton- Suliraja dari isteri 1 adalah Simbolon dan Munte (Raja Sitempang). Banyak orang memakai ini sebagai referensi. 

Mengatakan anak Nai Ambaton Simbolon dan Munte. Tetapi tidak jujur. Tidak pernah mengatakan atau () Raja Sitempang. Pada hal Tak ada situs atau golat yang menyatakan keberadaan Munte di Pangururan dan sekitarnya.

Yang ada sebagai bukti sampai sekarang adalah:

Ada Harangan (hutan) di lereng gunung di Pusuk Buhit ada tiga turpuk (bagian) dinamai harangan Sitanggang, harangan Simbolon dan harangan Naibaho.

Ada Aek (mata air) Parsuangan yang dinamai Aek Sitanggang, Air Simbolon dan Aek Naibaho.

Ada Bius (Kelompok Masyarakat Hukum Adat) yang dinamai Bius Sitolu Hae Horbo (tiga bagian tubuh kerbau) yaitu Sitanggang, Simbolon dan Naibaho.

Sekali lagi ....tak pernah ada nama Munte maupun peninggalan Munte tidak ada.....

Yang menarik lagi adalah pertemuan PARNA tanggal 8 Maret 2020 di aula Paska Sarjana FH UKI di Jl. Diponegoro, Jakarta.

Juru bicara Simbolon mengatakan anak Nai Ambaton ada 5 orang. Menurut pembicara acuannya adalah Buku PUSTAHA tulisan WM Hutagalung dan buku tulisan JC Vergouwen.

Mari kita lihat tulisan Hutagalung. Di halaman 106 ditulis anak Nai Ambaton adalah Simbolon dan Munte (Raja Sitempang) dari isteri pertama, dan dari isteri ke dua empat orang, jumlahnya ada enam orang.

MANAT MARDONGAN TUBU

Memakai buku Hutagalung dan Vergouwen sebagai acuan tarombo bisa kacau dan berbahaya karena banyak isinya yang membingungkan.

Misalnya :

Di halaman 124 Tambatua ditulis mamopar Butarbutar, Sitorus dan Tamba. Di halaman 144 Sitorus dan Butarbutar disebut keturunan dari Nai Rasaon.

Memakai buku Vergouwen juga bikin kacau. Turnip Sitio dan Sidauruk berada di pomparan Munte dan Tambatua. (Vergouwen: Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba, hal 13).

Pada pertemuan tersebut menurut Tarombo Nahoda Raja Simbolon Tuan Si Onom Hudon (Dairi) menyatakan bahwa anak Nai Ambaton adalah Raja Nabolon dan Raja Tanja Bau (mungkin maksudnya Raja Sitempang).

Munte menyatakan mereka anak dari Tamba tua. Jadi.......

Di hita pomparan ni Nai Ambaton marilah kita meneruskan tona (pesan – wasiat) dari ompunta Nai Ambaton yang mengatakan, RAP SIANGKANGAN RAP SIANGGIAN MA HAMU PINOMPARHU (sama-sama Anak Sulung dan sama-sama Anak Bungsu-lah kalian).

Panjouon di paradaton (dalam penyebutan pada urusan Adat) ditetapkan dengan IPAR IPAR Ni PARTUBU sebagai aktualisasi tona tersebut agar dipertahankan. Tona tersebut terpelihata dengan baik di Bona Pasogit Pangururan sekitarnya, di mana Keturunan PARNA hidup damai berdampingan si sada anak si sada boru jala na so jadi marsiolian (memiliki bersama anak laki-laki dan memiliki bersama anak perempuan dan tidak boleh saling mengawin sesama putra-puteri Nai Ambaton). 

Untuk direnungkan:

Raja Sitempang mana yang mewariskan kita, Raja Sitempang yang ada 75000 tahun yang lalu atau Raja Sitempang yang ada 750/900 tahun yang lalu atau Raja Sitempang yang ada setelah dinasti ke 65 di mana Raja Sorimangaraja adalah dinasti ke 7 dari dinasti Sorimangaraja.

Menurut saya Raja Sitempang pewaris kita adalah Raja Sitempang yang dinyatakan dalam buku TAROMBO RAJA SITEMPANG ANAK RAJA NAI AMBATON tulisan Bachtiar Sitanggang dan Antonius Sitanggang.

Marilah kita mau menerima kenyataan bahwa semua manusia di muka bumi ini sama sama mengatakan yang salah dan tidak pernah merasa bersalah, hanya karena mengikuti kebiasaan dengan mengatakan matahari terbit - sun rise, sehingga orang Batak selalu mengusahakan ulaon di parnangkok ni mata ni ari (naiknya matahari).

Yang pasti matahari tak pernah bergerak. Tetapi semua kita mengatakan bergerak.

Sekedar renungan, Omputta Raja Sitempang na siat marpangidoan. Dari kaki berjari tujuh dan dempet menjadi jari sepuluh- normal.

Akhirnya, saya mengucapkan Selamat atas terbentuknya Punguan Pomparan Raja Sitempang.

Selamat kepada para pengurus, Selamat bekerja, semoga Tuhan Memberkati Kita dan nama Omputta Raja Sitempang semakin besar.

Horas tondi madingin. Manat mardongan tubu.


Jakarta, 10 Oktober 2021

Raja napogos JP Sitanggang.
Lebih baru Lebih lama