Sitanggang Pos - Samosir
Sada Hata ta, Dos Roha, Sitolopi Nauli ma hami, merupakan tiga bentuk kalimat yang acap kali didengar dalam suatu peradatan. kalima ini merupakan sebuah retorika yang selalu dikeluarkan oleh kawan-kawan serumpun yang mendapat mandat untuk berbicara.
"jadi sebelum di alusi hami hata munai amang, jolo marsiaris-arisan majo hami. ido tutu angka dongan tubu nami, baen hata ta" ucap pembicara, kemudian dijawab dengan "tangguh" dari arah belakang, "sada ma hata ta amang".
Situasi ini sering terjadi di wilayah-wilayah dengan budaya batak, atau mungkin saja di tempat lain juga terjadi. Ada banyak arti dalam pemunculan kata "sada ma hatan ta" bisa jadi memang dari belakang tidak tau atau memang tidak ingin memberikan kata-kata (bukan raja parhata) atau memang itu pula tradisi kebersamaan dari budaya dan suku batak.
Namun menurut kacamata dunia, Kata itu keluar merupakan Implementasi dari Budaya itu sendiri. Budaya Batak sangat dikenal dengan kebersamaan dan semangat kegotongroyongannya, sehingga apa pendapat di depan regu, 80 % akan menjadi pendapat bersama.
Dalam kehidupan suku Batak, ada budaya kekerabatan yang sangat kental, salah satu yang membuat adalah marga, sehingga dari marga tersebut muncullah sebuah ikatan yang dikenal dengan Dalihan Na Tolu. kemudian Dalihan Na Tolu itu menjadi sebuah pilar kehidupan bangsa batak yang sampai saat ini masih dipakai walaupun sedikit mengalami "erosi".
Tentang Hata (kata)
dalam suatu pesta adat dalam suku batak, akan ada yang disebut dengan Raja Parhata, walau masing-masing di dalamnya terdapat juga sebutan Raja. selain Raja ni Boru, Raja Ni Dongan Tubu dan Raja ni Hula-Hula ternyata Raja Parhata juga memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia budaya batak.
Seorang Raja Parhata memang harus pandai merangkai kata. Kata demi kata dirangkai menjadi sebuah kalimat yang berujung pada sebuah sajak atau disebut dengan umpasa dan Umpama. Raja Parhata inilah yang kemudian akan menjadi corong untuk melantunkan maksud-maksud dalam sebuah perdiskusian di altar pesta adat batak. sehingga munculnya kalimat diatas seperti yang telah disebutkan tadi merupakan sebuah kalimat penghargaan kepada sang Raja Parhata dari masing-masing regu.