Ketika Gereja Dijadikan Sebagai Telaga Politik

Ilustrasi | foto: net
Sitanggang Pos - Samosir

Gereja secara umum disebut sebagai "Rumah Ibadah" tempat dimana umat Kristen berkumpul melakukan persekutuan dengan tujuan untuk memanjatkan doa dan puji-pujian kepada Allah.

Gereja yang berfokus pada nuansa rohani sebagai bentuk persembahan yang kudus kepada Tuhan sesungguhnya tidak pantas dicampuri dengan urusan-urusan politik. Namun faktanya, sejak lama, gereja justru dijadikan sebagai telaga politik oleh para pemain-pemain politik.

Mirisnya, banyak dari mereka yang didaulat sebagai "gembala" di gereja turut serta hanyut dalam permainan politik itu. Dari sisi perpolitikan, sah saja para politikus manyasar gereja, karena di dalam gereja terdapat kumpulan "domba" yang digerakkan oleh gembala dengan tujuan meninggalkan hal keduniawian menuju kerohanian.

Akan tetapi, sebagai pembimbing di Gereja mereka (para pendeta/hamba Tuhan) seharusnya menolak pengaruh politik mengalir dalam ruanglingkup gereja. Alasan paling nyata penolakan itu, agar umat yang terdiri dari berbagai kalangan secara personal tentu memiliki pilihan politik yang berbeda.

Imbas dari masuknya politik ke dalam gereja akan sangat mempengaruhi kebersamaan para jemaat di gereja itu. Akan ada perpecahan dalam gereja. Resiko terbesarnya ialah terjadi kelumpuhan dalam pelayanan kepada umat.

Kalimat "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna," yang kerap digunakan para hamba sebagai khotbah seolah hanyalah seremonial belaka.

Lalu kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah dalam gereja tidak ada politik??. Trntu tidak, semua jenis kegiatan, semua lembaga unsur politik pasti melekat di dalamnya. Hanya saja politik kesannya cenderung negatif. Sehingga demi keutuhan gereja, sebaiknya pengaruh politik dalam gereja di minimalisir.

Zaman Yesus Kristus sendiri, politik telah ada, ketika itu, orang-orang Farisi dan Herodian bertanya kepada Yesus mengenai pajak. Dalam Matius 22:17 disebutkan, “Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?” 

Kemudian Yesus menjawab dalam Matius 22:21, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”.

Itu artinya, bahwa gereja memiliki peranan penting dalam kegiatan perpolitikan pada suatu bangsa. Ada banyak contoh bahwa negara tidak lepas dari situasi politik dalam gereja. Contohnya, Jerman, Italia dan yang lainnya.

Untuk itu, menurut penulis, gereja harus memiliki hikmad dan kebijaksanaan dalam membatasi ruang gerak politik yang tidak baik yang dapat menjadikan bibit perpecahan pada persekutuan di dalam gereja, terlebih saat ini adalah saat tahun politik di Negara Republik Indonesia.

Semoga gereja tetap menjalankan fungsinya sebagai wadah mencari jiwa-jiwa, membimbing para domba yang tersesat menuju hal yang berkebaikan sekaligus mempertambah iman dan kepercayaan seseorang kepada Sang Pencipta.

Oleh: Naomi Natalia
Lebih baru Lebih lama