![]() |
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu |
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali mendesak agar warga Palestina diizinkan meninggalkan Gaza. Dia menjelaskan bahwa permintaannya ini muncul karena pasukan militer Israel bersiap untuk melancarkan serangan yang lebih besar di daerah Gaza.
"Berikan mereka kesempatan untuk pergi, terutama dari medan perang, dan secara umum meninggalkan area tersebut jika mereka menginginkannya," katanya, sambil mengacu pada pengungsian yang terjadi selama konflik di Suriah, Ukraina, dan Afghanistan, seperti yang dilaporkan oleh AFP pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Selama bertahun-tahun, Israel telah memberlakukan kontrol ketat di perbatasan Jalur Gaza, melarang banyak orang untuk pergi.
"Kami akan mengizinkan hal ini, terutama di Gaza saat pertikaian berlangsung, dan kami tentu akan membiarkan mereka meninggalkan Gaza juga," ujar Netanyahu.
Bagi masyarakat Palestina, usaha apa pun untuk memaksa mereka meninggalkan tanah asal mereka akan memicu ingatan akan "Nakba", atau bencana, yang melibatkan pengusiran massal penduduk Palestina saat negara Israel terbentuk pada tahun 1948.
Netanyahu telah mendukung inisiatif yang dikemukakan oleh Trump tahun ini, yang mencakup pemindahan lebih dari dua juta penduduk Gaza ke Mesir dan Yordania, sementara beberapa menteri sayap kanan Israel telah menyerukan pengunduran diri mereka secara "sukarela".
Sebelumnya, Netanyahu menyatakan bahwa serangan militer terbaru terhadap Jalur Gaza akan segera dilaksanakan. Dia berharap bahwa serangan terkini ini dapat diselesaikan dengan "cepat".
Pernyataan tersebut, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters dan Al Arabiya pada Senin, 11 Agustus, disampaikan setelah pertemuan dengan kabinet keamanan Israel yang mengesahkan rencana kontroversial untuk mengambil alih kontrol Jalur Gaza.
Netanyahu menyatakan pada Minggu, 10 Agustus, bahwa ia tidak memiliki pilihan lain selain "menuntaskan tugasnya" dan mengalahkan Hamas untuk membebaskan para sandera yang diculik dari wilayah Israel.
Kantor Netanyahu menginformasikan pada Minggu malam, 10 Agustus, bahwa Perdana Menteri Israel tersebut telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai "rencana Israel untuk menguasai sisa bastion Hamas di Gaza".